Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).

Beberapa hari lagi kita memasuki bulan ramadhan yang mulia dan tentunya kita semua yang mukmin diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjalani puasa ramadhan sebagai suatu bentuk kasih sayang Allah SWT pada kita semua. Dalam menjalani puasa ramadhan, manusia mukmin perlu mempersiapkan diri dan menjaga kesehatan serta stamina sehingga tidak hanya pahala yang diperoleh tetapi juga kesehatan tubuh. Bagaimana dengan ibu hamil ? Bagaimana dengan ibu menyusui ?
Bahasan tentang hal ini merupakan masalah yang sangat penting untuk dibahas karena berkaitan dengan ibadah tetapi saya bukan ulama, tetapi saya mencoba membahasnya berdasarkan hasil penelitian dari seorang ahli mengenai dampak puasa ramadhan terhadap kehamilan. Pembaca sekiranya dapat mempertimbangkan sendiri apa yang baik untuk dilakukannya dan dapat bijaksana dalam berfikir setelah membaca artikel ini. Pertentangan dan silang pendapat mungkin saja terjadi dan itu menjadikan wacana dan hidup ini makin baik. Tidak ada keharusan dan tidak ada paksaan untuk mengikuti isi artikel ini.
Puasa ramadhan merupakan kewajiban bagi mukmin dan tentu saja dalam hukum islam terdapat hal-hal yang meringankan bagi wanita hamil dan orang sakit atau orang tua bahkan anak-anak sekalipun. Tetapi ukuran iman seseorang itu sulit diterka, buktinya banyak sekali wanita hamil yang memilih untuk tetap berpuasa ramadhan, mungkin dihatinya keridhaan Allah SWT adalah yang terpenting dalam hidupnya.
Tulisan saya ini berdasarkan hasil penelitian survey yang dilakukan oleh Joosoph dan Abu mengenai dampak puasa pada wanita hamil dilakukan di singapore pada tanggal 17 november 2001 s/d 16 desember 2001 dipublikasi dalam jurnal ilmiah Singapore Med J 2004 Vol 45(12) : 583. Penelitian ini dilakukan dengan melihat beberapa faktor antara lain jumlah anak, status ekonomi sosial, juga sedikit menganalisa hal-hal yang mempengaruhi keputusan untuk berpuasa, pengetahuan agama islam mengenai puasa ramadhan, keyakinan diri, dan sikap selama puasa ramadhan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara retrospektif artinya melihat ke masa lampau dan meneliti catatan medis terhadap wanita-wanita hamil yang berpuasa ramadhan dan datang berobat ke Singapore General Hospital (Outram Road Singapore 169608), jadi bukan meneliti langsung terhadap wanita hamil… ya iyalah siapa yang mau dijadikan objek penelitian… sepengetahuan saya tidak ada wanita hamil dijadikan uji coba langsung terhadap penelitian apapun di dunia kedokteran. Itulah sebabnya dunia medis itu sangat berbeda dengan dunia mesin otomotif. Mesin yang rusak bisa diperbaiki dengan santai dan mikir berbulan-bulan, sedangkan pada ibu hamil yang darurat dokter mikirnya cuman paling lama 2-3 menit untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil dan atau janinnya. Dokter merupakan pekerjaan yang hasilnya bertumpu 100% pada keputusan Allah SWT untuk semua jenis pertolongan terhadap pasiennya sebab semuanya penuh ketidak-pastian… makanya jangan ngomong “saya serahkan pada dokter yang terbaik pokoknya selamat”… (sebaiknya ditolong saja sendiri daripada dipasrahkan ke dokter tetapi pake kata-kata ngancam “pokoknya selamat” sebab dokter bukan Tuhan).
Oke lanjut ya… sorry udah ngelantur kemana-mana… nahhh dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa:
1. Sebagian besar responden ibu hamil di singapore yang berobat ke rumah sakit tersebut memilih untuk berpuasa ramadhan.
2. Keluarga besar bahkan suami sangat mendukung keputusan ibu hamil untuk melaksanakan ibadah puasa ramadhan.
3. Sebagian besar wanita hamil tidak mengalami efek samping terhadap dirinya ataupun janin dalam kandungannya selama menjalani ibadah puasa ramadhan.
4. Pada wanita hamil yang mengalami keluhan saat menjalani puasa ramadhan, semuanya dapat diatasi dengan mudah.
5. Sebagian besar wanita memperoleh peningkatan yang baik dalam sikap dan perilaku (sebagai dampak keimanan dan ketaqwaan dengan puasa ramadhan).
6. Ternyata hanya sedikit wanita hamil singapore yang mengerti dan paham berbagai aturan hukum islam mengenai puasa ramadhan utamanya yang berkaitan dengan puasa wanita hamil. Mudah-mudahan di Indonesia para ulama bisa memberikan pengetahuan lebih baik pada wanita hamil indonesia.
Nah marilah kita cermati pendapat para ulama mengenai puasa ramadhan pada wanita hamil. Pendapat ini saya ambil dari website http://hukum-islam.net/bagaimanakah-hukum-puasa-ramadhan-bagi-ibu-hamil-menyusui/
adapun isinya sebagai berikut di bawah ini:
1. Wanita hamil dan menyusui yang khawatir keadaan dirinya saja bila berpuasa.
Dalam keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa. Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya.
Sebagaimana dalam ayat, “Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah (2): 184).
Ibnu Qudamah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394).
2. Wanita hamil dan menyusui yang khawatir keadaan dirinya dan buah hati bila berpuasa.
Pada situasi ini, wanita hamil dan menyusui wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.
Imam Nawawi mengatakan: “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).
Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). (al-Majmu’: 6/177).
3. Wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan keadaan buah hati saja.
Jadi sebenarnya ia mampu untuk berpuasa, namun karena menurut pengalaman atau menurut keterangan dokter akan berbahaya bagi sang bayi jika ia berpuasa, sehingga ia tidak berpuasa.
Dalam hal ini ulama berbeda pendapat tentang hukumnya: Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di berpendapat bahwa wanita hamil atau menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit, sehingga ia hanya wajib mengqadha puasanya saja. Dalil yang digunakan adalah Qs. Al Baqarah (2):184.
Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar ra. serta Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan berpendapat bahwa wanita hamil atau menyusui yang khawatir akan bayinya, wajib membayar fidyah saja. Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud).
Sementara ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanya wajib membayar fidyah jika khawatir akan anaknya adalah: “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah (2): 184). Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup dalam ayat ini.
Ibnu Abbas ra. mengatakan: “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil).
Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar ra.ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, ia menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”
4. Hukum dasar bagi orang yang berhalangan untuk berpuasa adalah Surah Al Baqarah (2) ayat 184: “Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.
Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at Islam yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya. Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut: “…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)
Sekarang kita bahas dari hasil segi medis berdasarkan penelitian dari berbagai ahli didunia. Keluhan utama yang sering dirasakan oleh wanita hamil yang berpuasa akan merasakan pusing, mual dan muntah. Di Birmingham Inggris 80% wanita hamil yang menjalani puasa ramadhan mampu mengatasi keluhan tersebut dengan mudah dan tetap melanjutkan puasanya. Saya yakin disini ada peranan iman dan taqwa. Kagak percaya ? ini nih jurnal penelitiannya… Cross JH, Eminson J, Wharton BA. Ramadan and birth weight at full term in Asian Moslem pregnant women in Birmingham. Arch Dis Child 1990; 65:1053-6 .
Pada penelitian tersebut di atas ditemukan hasil sebagai berikut yaitu dari hasil studi terhadap wanita muslim yang sedang hamil di Inggris didapatkan kadar gula darah menurun, kadar insulin menurun, kadar lactat menurun dan kadar carnitine menurun dan didapatkan peningkatan kadar trigliseride (ini sih akibat makanan di bulan ramadhan mesti enak-enak), peningkatan kadar asam lemak jenuh, dan peningkatan kadar 3-hydroxybutyrat. Tetapi setelah diteliti lebih lanjut ternyata perubahan metabolik tersebut tidak terdapat pengaruh terhadap kehamilan. Bahkan pada berat badan janin yang lahir pada ibu yang berpuasa ramadhan tidak terdapat perbedaan bila dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak puasa, walopun ibu hamil tersebut mulai puasa sejak awal ramadhan s/d akhir ramadhan.
Kebijakan di Inggris menyarankan bahwa sebaiknya wanita hamil yang akan menjalani puasa ramadhan memeriksakan diri dulu ke dokter terdekat sebelum puasa untuk memastikan kondisi janin sebelum puasa dan melakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter bila dirasakan ada masalah pada dirinya ataupun kehamilannya.
Ibu hamil yang berpuasa akan aman-aman saja bila kondisi fisik dan kesehatannya baik serta kehamilannya selama diperiksa menunjukkan hasil yang baik. tetapi ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan seperti kurang darah (anemia, Hb rendah), diabetes gestasional, dan kehamilan kembar sebaiknya tidak usah puasa dulu.
Apa yang harus ibu hamil dan menyusui perhatikan selama menjalankan ibadah puasa ramadhan ?
1. Menu makanan mengandung serat seperti buah-buahan dan sayuran. Jangan lupa minum susu, minum jus buah (kecuali buah jengkol dan buah petai), dan minum madu. Hal ini supaya zat gizi besi tetap ada dalam tubuh ibu hamil.
2. Jangan minuman manis gula.
3. Jangan minum kopi/ teh.
4. Lebih sering berada ditempat yang sejuk, jangan panas-panasan di luar rumah. Minta sama suami supaya pasang AC di rumah.
5. Banyak istirahat di rumah, jangan umek-umek yang gak perlu. Nyapu ngepel setrika serahkan pada suami. Kalo suami kerja maka minta sewain pembantu rumah tangga.
6. Saat berbuka puasa, dimulai dengan makan-makan kecil dan buah-buahan dulu dikit-dikit. Minum jus buah dikit saja, awas jangan kekenyangan air. Makannya sante saja karena masih banyak waktu buat makan sebelum tidur.
7. Kalo pas sedang puasa terasa haus dan lapar bingitsss ya udah batalin saja toh sudah dijamin boleh oleh Allah SWT. Tidak ada yang berat dalam menjalani agama Islam.